Euro 2012 telah memasuki periode pamungkas dgn 4 tim terbaik, walau hanya mewakili dua group yakni B dan C. Secara ideal memang merepresentasikan 4 kekuatan berikut 4 peluang, sehingga menurutku sudah gak saatnya lagi bermain ala "tebak manggis" hanya demi bisa membenarkan pendapat apalagi selera terhadap favorit atau juaranya. Jikapun pertimbanganku (bukan prediksi) boleh nge-pas saat memilih kandidat semi final yakni Protugal setelah revisi dari Belanda pada pilihan awal, Spanyol setelah revisi dari Prancis kemarin, Jerman, serta Italia yg juga hasil revisi dari Inggris, bukanlah hal jadi kebanggaan melainkan beban. Beban karena tujuan sebenarnya adalah bukan pada hasil, melainkan proses dan demi kenikmatan sepak bola itu sendiri. Beban khawatir malah jadi dukun bola sehingga malah berpotensi anti nalar berikut filosofi "pokoknya sudah begitulah". Ya repot, mirip 12 tahun milis Proletar yg mayoritas dihidupi dgn topik dan gaya begini. Ajaibnya telah teraktualisasi oleh 4 sosok finalis yg mewakili para sosok dominan lewat Liga Proletar 2012.
Keempat karakter finalis berikut sosok mewakili kampung Proletar:
1. Portugal = (itemabu@..., Mar 16, 2011 - individual email). Punya gaya sporadis aka sradak-gruduk, mewakili tim paling minim prestasi. Negara pertama yg memasuki semi final sbg keuntungan paling banyak memperoleh waktu recovery dua hari lebih panjang ketimbang Spanyol. Buatku, Portugal masih Ronaldo dgn 10 figuran di belakangnya. Gak berbeda dgn "itemabu" yg sanggup menghadapi seluruh oponen, titik.
2. Spanyol = Habe (proletar4@..., Dec 7, 2008 - individual). Tiki Taka merupakan identitasnya, juara bertahan, juara dunia, peringkat pertama FIFA, favorit bandar judi maupun idola baru para emak2 muda yg berusaha mengimbangi kelakuan suami akibat dua minggu berpuasa.
3. Jerman = Basmien (abas_amin08@..., Aug 31'08 - no email), biasa dikenal dgn gaya diesel dan spesialis turnamen. Tapi sanggup tampil lebih efesien dan "balance" seperti faktor keseimbangan usia, aspek lokal dgn imigran, kombinasi defensif dgn agresifitas, walau perlu kontrol terhadap unsur logika berbanding sepadan atas keyakinannya.
4. Italia = Jusfiq (bukan.pedanda@..., Sep 21, 2003 - individual), tipikal Catenacio sejati dgn reputasi besar bagi dunia sepak bola modern maupun khasanah mailing list. Sejujurnya pilihan favoritku masih ke Inggris (muskitawati@..., Nov 23, 2001 - no email) hingga tulisan terakhir kemarin. Disinilah data termasuk bisikan alam baka berperan saat melihat status keduanya Maka berat hati aku memilih Jusfiq dgn status kontribusi individual email sbg apresiasi khusus walau berarti penentuan akhir perlu ditentukan lewat adu penalti.
1. Portugal = (itemabu@..., Mar 16, 2011 - individual email). Punya gaya sporadis aka sradak-gruduk, mewakili tim paling minim prestasi. Negara pertama yg memasuki semi final sbg keuntungan paling banyak memperoleh waktu recovery dua hari lebih panjang ketimbang Spanyol. Buatku, Portugal masih Ronaldo dgn 10 figuran di belakangnya. Gak berbeda dgn "itemabu" yg sanggup menghadapi seluruh oponen, titik.
2. Spanyol = Habe (proletar4@..., Dec 7, 2008 - individual). Tiki Taka merupakan identitasnya, juara bertahan, juara dunia, peringkat pertama FIFA, favorit bandar judi maupun idola baru para emak2 muda yg berusaha mengimbangi kelakuan suami akibat dua minggu berpuasa.
3. Jerman = Basmien (abas_amin08@..., Aug 31'08 - no email), biasa dikenal dgn gaya diesel dan spesialis turnamen. Tapi sanggup tampil lebih efesien dan "balance" seperti faktor keseimbangan usia, aspek lokal dgn imigran, kombinasi defensif dgn agresifitas, walau perlu kontrol terhadap unsur logika berbanding sepadan atas keyakinannya.
4. Italia = Jusfiq (bukan.pedanda@..., Sep 21, 2003 - individual), tipikal Catenacio sejati dgn reputasi besar bagi dunia sepak bola modern maupun khasanah mailing list. Sejujurnya pilihan favoritku masih ke Inggris (muskitawati@..., Nov 23, 2001 - no email) hingga tulisan terakhir kemarin. Disinilah data termasuk bisikan alam baka berperan saat melihat status keduanya Maka berat hati aku memilih Jusfiq dgn status kontribusi individual email sbg apresiasi khusus walau berarti penentuan akhir perlu ditentukan lewat adu penalti.
Setelah sejenak refresh pada profil, tulisan ini gak lagi terlampau bicara statistik maupun faktor jadwal (schedule & timing), kebugaran (bioritmik & low endurance) maupun kontrol akselerasi (teamwork dan rotation) seperti hal biasa kugunakan dan terbukti ampuh. Melainkan lebih mendalam kepada analisa strategi berikut dampaknya, sehingga dgn menyesal gak akan kugunakan untuk memilih siapapun pememangnya. Terlalu sayang untuk dirusak lewat kekecewaan ketika sebuah analisa serta tim pembawannya gagal, padahal terselip pelajaran tersembunyi yg sedang disimpan serta dibawa oleh pihak lain selaku pemenangnya. Sebaliknya keberhasilan analisa ditunjang kemenangan timnya adalah melegakan namun berpotensi bias sekaligus merusak keindahan spirit pada laga sepak bola, selain ancaman bakal berubah jadi dukun tadi. Maka untuk semi final, kubagi atas dua tipikal karakter utama yakni tim mengandalkan Posisi (Positioning) yakni: Portugal (itemabu) dan Italia (Jusfig), serta tim Posesif (Possession): Spanyol (Habe) dan Jerman (Basmein). Artinya di tiap semi final akan mempertemukan dua filosofi berbeda dan sekaligus mengelompokkan dua kubu seolah jodoh
seperti kondisi akhir di milis Proletar. Gambaran yg boleh dianggap mewakili paham bahwa faktor kebetulan dan jodoh itu sebetulnya gak ada, namun "kecerdasanku" (intelegence dan intuisi) memang sanggup merekayasa akan terjadinya kondisi demikian sejak dua minggu lalu.
Tim dgn Posisi, adalah trend bagi Portugis yg cenderung oportunis. Mereka memiliki amunisi handal serta pelatih hebat mewakili tradisi kuat di Semenanjung Iberia, berbagi pengaruh termasuk rivalitas dgn tetangganya yakni Spanyol. Ditambah aset berharga kaliber Ronaldo, dapat menjadi faktor utama keberhasilan sekaligus potensi bencana. Bukan rahasia umum bahwa seluruh pemain lebih ngeri ketika Ronaldo ngambek apalagi marah, ketimbang dipecat pelatih. Segalanya memang untuk dan demi Ronaldo, termasuk kaliber Nani, Pepe hingga Meireles. Berdampak kepada strategi permainan yg cenderung tanpa pola bahkan menihilkan potensi gelandang pengatur semacam Veloso dan Moutinho. Begitupun karakter Italia lewat dominasi pertahanan rapat termasuk kokohnya Buffon, namun bertransformasi ofensif lewat peran Pirlo. Maka Italia sebetulnya gak lagi identik dgn Catenacio seperti saat mengurung Inggris, namun "kesalahan" tsb lebih diakibatkan faktor Inggris yg mencerminkan pola paling amburadul. Portugal dan Italia mengusung pola sama yakni gak terlalu penting untuk menguasai bola (possession), tapi bagaimana agar bola lawan gak leluasa menerobos masuk (position). Ada satu tokoh yg mempopulerkan paham ini, yakni Mourinho asal Portugis. Pemikirannya dapat diadaptasi untuk dapat menundukkan tim berkarakter possession, yakni Barcelona dan Bayern Munich.
"Kekalahan paling cantik dalam hidupku", jerit Mourinho usai semi final Champions antara Barcelona vs Inter Milan yg berakhir 1-0 di Camp Nou 2010. Ketika Mou sbg pelatih Inter dan barusan kalah dari Barca, dia malah mendapat selamat dan pujian karena menang agregat sekaligus pertama kalinya mematahkan supremasi sang juara bertahan. Berakhir manis ketika Inter mengalahkan Bayern Munich 2-0 di final, Mou sukses menemukan formula baru serta menjadikannya segera digaet Real Madrid. Walau masih perlu waktu dua musim untuk menyempurnakan format posisi, strategi Mou telah meredam Tiki-Taka sekaligus jadi jurus ampuh bagi Chelsea ketika meredam dominasi Bayern Munich di final Champions barusan. Roberto Di Matteo mengadaptasi pelajaran
dari Mou ketika seluruh dunia seolah kompak bersekutu dalam 4 tahun terakhir untuk mengalahkan musuh bersama yakni Barcelona sbg wakil possession, termasuk Bayern Munich yg dikeroyok di liga lokalnya. Kondisi kurang lebih sama di ajang Proletar, diwakilkan (itemabu) dan (Jusfiq) namun dalam kondisi terbalik, keduanya dalam posisi
yg dikeroyok. Keduanya dapat memanipulasi posisi atau menggunakan perbendaharaan seperti "burden of proof" dan seringkali efektif. Namun jika bicara peluang lanjut, para pecinta sepak bola sejati akan lebih memilih tantangan baru melalui final yg lebih elegan.
Tim dgn Possesion, walau berbeda paham namun Spanyol dan Jerman boleh mewakili filosofi penguasaan bola dan pengendali permainan. Jika dibandingkan lewat kontribusi klub, keduanya didominasi oleh tim dgn reputasi kuat dan besar. Sehingga jika 7 Barcelona harus bertemu dgn 3 Real Madrid versi Portugal (Ronaldo, Pepe, Contreau), maka 5 rekan Real Madrid di tim Spanyol lebih sbg katalisatornya. Sehingga gak bisa dikomparasi jadi El Clasico versi Semenanjung Iberia, namun lebih pas jika dianalogi sbg sesama pengusung gaya Samba yg berkiblat ke Argentina (Spanyol) dan Brazil (Portugal). Orientasi kiblat yg lebih mewakili puncak dunia karena Portugal identik dgn status individual, sementara Spanyol tetap kolektif sembari mematangkan strategi teranyar berupa formasi False Nine. Karena lagi demen, kutampilkan video False 9 meski versi Chamakh. Jerman memang masih berkubang pada pola pematangan kolektif dan belum secanggih strategi Spanyol yg seolah siap punya ide baru. Namun jerman memiliki karakter dasar berupa disiplin dan fisik paripurna untuk selalu mengontrol termasuk mengintimidasi lawan. Artinya (Habe) dan (Basmien) lebih memiliki posesif untuk dapat menguasai pertarungan yg semoga berujung pada keberhasilan akhir, tinggal bagaimana menundukkan (itemabu) dan (Jusfig) yg kentara
jelas lebih mengandalkan "sepak bola reaktif" (bahkan negatif) untuk merusak harmonisasi dan konsentrasi sebuah possession. So .. anda pilih Posisi atau Posesi?
-duke-
0 comments:
Post a Comment
Thanks for comments